Senin, 25 Mei 2009

Pernahkah Kau Merasa.......

Pernahkah Kau Merasa...?
Pernahkah kau merasa menjadi seorang Presiden?
Pernahkah kau merasa menjadi seorang Rakyat kecil?
Pernahkah kau merasa menjadi seorang Anggota Dewan Legislatif?
Pernahkah kau merasa menjadi seorang Pengusaha Kakap?
Pernahkah kau merasa menjadi seorang pengusaha keciL?
Serta rasa-rasa lainnya......
Perhelatan menjadi seorang pimpinan negeri ini tampaknya belumlah usai. Setelah pileg (pemilihan legislatif) yang diselenggarakan 9 April 2009, kini seluruh elemen masyarakat tampaknya mulai bersegera untuk menyambut datangnya PILPRES 2009-2014. Perbincangan mengenai PILPRES ini tak hanya terjadi pada kalangan elit politik. Namun sampai juga pada tataran masyarakat kecil di kampung-kampung di Indonesia.
Perhelatan mencapai kursi no.1 di Indonesia ini juga bukan tanpa janji-janji yang terus digencarkan para Capres-Cawapres. Mulai saling menyerang hingga berkoalisi menjadi ajang yang umum dan terus ditayangkan di berbagai media massa. Penayangan yang berulang pada stasiun televisi yang menunjukkan calon ini yang berkoalisi dengan calon itu dari partai ini dan itu terus melakukan janji dan aksi saling menyerang melalui kritik terhadap pemerintahan yang ada maupun satu dengan lainnya.
Apa yang menjadi berbeda pada PILPRES kali ini dengan PILPRES sebelumnya?Agaknya pada momen kali ini, lebih banyak memunculkan sosok baru dalam ajang PILPRES 2009-2014 dibandingkan 2004-2009. Walaupun yang maju adalah tokoh lama yang sudah dikenal masyarakat, namun dapat dibilang ada 3 kandidat baru yang maju dalam pilpres kali ini. Yakni Prabowo Subianto, Wiranto, dan Boediono. Ketiga sosok ini juga berasal dari latar belakang yang berbeda yang dua diantaranya dari kalangan militer dan seorang lainnya adalah seorang teknokrat.
Menjadi hal menarik adalah dalam momen pemilu kali ini terdapat sosok teknokrat yang mencoba maju menjadi cawapres dan berasal dari golongan independen. Sosok Boediono yang pada Mei 2008 dilantik menjadi Gubernur BI dan setahun masa jabatannya kini maju menjadi cawapres mendampingi capres dari salah satu parpol memunculkan banyak spekulasi berbagai kalangan masyarakat di Indonesia maupun dunia Internasional. Munculnya isu Neo-Liberalisme juga tak ketinggalan gencar mencuat ke permukaan seiring pencalonan Boedionon sebagai cawapres.
Tudingan Boediono sebagai seorang Neo-Lib bahkan bantahan secara langsung dari pihak tertuduh-pun telah dapat disaksikan jutaan masyarakat Indonesia melalui berbagai siaran langsung stasiun televisi swasta.
Terlepas dari perhelatan politik yang kian memanas akhir-akhir ini, kini saatnya Indonesia bangkit menuju keadaan yang lebih optimis sebagaimana dicita-citakan oleh jutaan rakyat indonesia maupun yang dicita-citakan oleh para pejuang terdahulu.
Indonesia memiliki sosok teknokrat yang mencoba untuk membangun negeri ini. Tak cukupkah bangsa ini menggulingkan sosok teknokrat yang dulu sempat menjadi pemimpin bangsa Ini (B.J. Habibie) yang kemudian setelah kepemimpinan beliau Indonesia tak menjadi lebih baik? Industri nasional IPTN yang kemudian berganti nama menjadi Dirgantara Indonesai (DI) kini terlantar setelah pencetusnya memutuskan untuk tak lagi tinggal di negara yang pernah dipimpinnya.
Bahwa pemikiran jauh kedepan terhadap negeri ini telah dimiliki seorang teknokrat (tanpa mengesampingkan pihak lain) guna membangun bangsa. Dengan disiplin ilmu yang telah digelutinya, mereka berjuang memimpin bangsa yang besar ini.
Dengan majunya Boediono sebagai teknokrat, membawa pencerahan bangsa ini untuk menjadi bangsa yang mandiri walau disadari tak akan terjadi secara instan. Saatnya bangsa ini bersatu, membawa wacana yang lebih rasional dalam membawa arah bangsa indonesia menuju rakyat yang adil dan makmur.
Saatnya keberpihakan terhadap golongan tertentu dikikis, mulai berpikir mengenai bangsa ini untuk saat ini dan masa yang akan datang. Tak lagi berpikir sesaat, namun beberapa tahun mendatang dimana kondisi berubah secara cepat.